VIVA ,Lazuardhi Utama, Novina Putri Bestari – Para ilmuwan mewanti-wanti bahwa mega tsunami di Alaska, Amerika Serikat (AS) akan terjadi paling cepat dalam 12 bulan mendatang, meski menurut perkiraan bencana maha dahsyat itu datang dalam 20 tahun lagi.
Kekhawatiran terjadi karena mega tsunami di Alaska dipicu oleh longsoran batu yang dibiarkan tidak stabil setelah mencairnya gletser dalam jumlah besar di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.
Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs Live Science, Selasa, 20 Oktober 2020, namun masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana tsunami besar ini bisa terjadi.
Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, maka konsekuensinya bisa mengerikan. Meski lokasinya terpencil, namun kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.
“Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut,” kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University. Ia juga mengatakan berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing.
“Dan, 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan mega tsunami,” ungkap Dai. Ia bersama para ilmuwan juga khawatir mega tsunami ini akan lebih besar dari peristiwa serupa di Teluk Lituya, Alaska pada 1958.
Bencana alam tersebut dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 7,8 skala richter (SR) dan menghasilkan gelombang setinggi 524 meter yang diyakini sebagai gelombang tertinggi dalam sejarah modern.
Sebagai gambaran, bencana alam 1958 melepaskan jutaan kubik yard puing-puing sekitar 2.000 kaki (600 meter) ke dalam fjord. Peristiwa ini kemudian dibandingkan dengan bom atom yang meledak karena gelombang yang dihasilkan melenyapkan jutaan pohon dalam radius yang luas.
Dai melanjutkan untuk mengonfirmasi pengamatannya dengan mempelajari data Landsat NASA yang dikumpulkan antara 2013 dan 2016. “Dengan perspektif yang lebih luas dari Landsat, pergerakan lereng tidak mungkin terlewatkan. Anda bisa melihat seluruh bagian gunung antara Cascade Glacier dan Barry Glacier yang merosot ke arah air,” tuturnya.
Kemudian, kata dia, antara 2010 dan 2017, lereng tersebut telah bergerak maju sekitar 400 kaki (120 meter). Namun, sejak 2017, pergerakannya sangat sedikit meskipun begitu tetap ada ancaman akan keruntuhan.
Oleh karena itulah, pada Mei tahun ini, ia bersama 14 ilmuwan menulis surat terbuka memperingatkan mega tsunami kemungkinan akan melanda dalam 20 tahun lagi. Mereka memperingatkan bagian teluk dengan jarak 30 mil (50 km) dari fyord bisa melihat gelombang setinggi 30 kaki (9 meter).
“Kami yakin jika mega tsunami atau tsunami besar yang diakibatkan oleh tanah longsor dan mencairnya gletser mungkin bisa terjadi lebih cepat dari perkiraaan, yakni tahun depan. Tapi kemungkinan besar dalam rentang waktu 20 tahun mendatang,” demikian isi dari surat terbuka tersebut.